Yogyakarta, 25 September 2025 – Mahasiswa Magister Kecerdasan Artifisial (MKA) Departemen Ilmu Komputer dan Elektronika (DIKE) FMIPA Universitas Gadjah Mada, Wahyu Ajitomo dibawah bimbingan Prof. Drs. Agus Harjoko, M.Sc., Ph.D. dan Dr. Dyah Aruming Tyas, S.Si. berhasil mengembangkan model berbasis kecerdasan buatan (AI) untuk meningkatkan akurasi diagnosis multikelas penyakit paru dari citra X-ray. Penelitian ini mengusulkan pendekatan concatenated Convolutional Neural Networks (CNN) yang dipadukan dengan Multiclass Focal Loss untuk mengatasi tantangan ketidakseimbangan data dalam klasifikasi pneumonia, tuberkulosis (TBC), COVID-19, dan kondisi normal. Riset ini telah dipublikasikan di International Journal of Artificial Intelligence Research (IJAIR).

Dalam penelitiannya, Wahyu memanfaatkan dataset Chest X-Ray dari Kaggle yang berisi lebih dari 7.000 citra dengan distribusi kelas yang tidak seimbang. Model CNN yang dikembangkan menggabungkan keunggulan arsitektur DenseNet121, VGG16, dan ResNet50 melalui teknik penggabungan fitur (concatenation) untuk memperkuat representasi visual. Selain itu, algoritma Focal Loss digunakan untuk menekankan pembelajaran pada kelas minoritas, seperti TBC dan COVID-19, yang jumlah datanya relatif lebih sedikit.

Hasil eksperimen menunjukkan bahwa model gabungan memberikan performa lebih baik dibandingkan model tunggal. Kombinasi DenseNet121 + VGG16 dan VGG16 + ResNet50 mampu mencapai akurasi hingga 87%, dengan nilai F1-score 0.87 dan AUC 0.97. Penerapan Focal Loss juga meningkatkan sensitivitas pada kelas minoritas, misalnya recall COVID-19 yang semula 0.67 naik menjadi 0.92, sehingga mengurangi risiko kesalahan diagnosis. Analisis visual menggunakan Grad-CAM memperlihatkan bahwa model gabungan lebih fokus pada area paru-paru yang relevan, menjadikan hasil prediksi lebih dapat dipercaya oleh tenaga medis.

Menurut Wahyu, pendekatan yang dikembangkan ini berpotensi memperkuat peran AI sebagai sistem pendukung keputusan medis yang lebih akurat dan dapat diandalkan. “Dengan menggabungkan keunggulan arsitektur CNN yang berbeda serta menambahkan Focal Loss, tidak hanya mengoptimalkan akurasi, tetapi juga memastikan bahwa AI mampu mengenali penyakit yang jarang terjadi dengan lebih sensitif,” ungkapnya.
Penelitian ini juga mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Inovasi diagnosis berbasis AI sejalan dengan SDG 3 (Kehidupan Sehat dan Kesejahteraan) melalui peningkatan akses terhadap diagnosis penyakit paru yang lebih cepat dan akurat, SDG 9 (Industri, Inovasi, dan Infrastruktur) dengan menghadirkan solusi teknologi cerdas di bidang kesehatan, serta SDG 17 (Kemitraan untuk Mencapai Tujuan) melalui kolaborasi interdisipliner antara bidang ilmu komputer, teknologi digital, dan kedokteran.
Author: Wahyu Ajitomo, Agus Harjoko, Dyah Aruming Tyas
Editor: Marina
#SDGs3 #SDGs9 #SDGs17
